ANDRAGOGI
VS PEDAGOGI
(Sebuah Konsep Teoretik)
A.
Pengertian
Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa
Yunani, yakni Andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin.
Perdefinisi andragogi kemudian dirumuskan sebagau "Suatu seni dan ilmu
untuk membantu orang dewasa belajar". Kata andragogi pertama kali digunakan
oleh Alexander Kapp pada tahun 1883 untuk menjelaskan dan merumuskan
konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato. Meskipun demikian, Kapp tetap
membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti
pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp,
"Social-pedagogy" lebih merupakan proses pendidikan pemulihan
(remedial) bagi orang dewasa yang cacat. Adapun andragogi, justru lebih
merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa, cacat atau tidak cacat
secara berkelanjutan.
B. Andragogi dan Pedagogi
Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita
ketahui tentang belajar selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai
kajian terhadap perilaku kanak-kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada
umumnya memang, apa yang kita ketahui kemudian tentang mengajar juga merupakan
hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar terhadap anak-anak. Sebagian besar
teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan konsep pendidikan sebagai
suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori dan asumsi itulah
kemudian tercetus istilah "pedagogi" yang akar-akarnya berasal dari
bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian
Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus
sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi
kemudian didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni
mengajar".
Untuk memahami perbedaan antara pengertian
pedagogi dengan pengertian andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat
terlebih dahulu empat perbedaan mendasar, yaitu :
1. Citra Diri
Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya
tergantung pada orang lain. Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian
sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri.
Perubahan dari citra ketergantungan kepada orang lain menjadi citra mandiri.
Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan psikologis atau tahap
masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa dewasa akan berkecil
hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa ini, seseorang
telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar. Dorongan
hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang sedemikian
kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari
keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses
andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses
pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.
2. Pengalaman
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak
pengalaman yang sangat beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang
baru sama sekali.Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung
sedemikian sering. Dalam pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa
justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan
proses pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan dari pihak guru ke pihak
murid. Sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, karena itu,
dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah, seperti ; ceramah,
penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses andragogi, cara-cara
yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan peran dan
lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik dapat
didayagunakan sebagai sumber belajar.
3. Kesiapan Belajar
Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi
adalah dalam hal pemilihan isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah
yang memutuskan isi pelajaran dan bertanggung jawab terhadap proses
pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan diajarkan. Dalam pendekatan
andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang akan dipelajarinya
berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.
4. Nirwana Waktu dan Arah Belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya
mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar
dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang sebagai proses
pemberian mata pelajaran tertentu. Karena itu, andragogi merupakan suatu proses
penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pencapaiannya adalah
penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu tujuan yang sengaja diciptakan,
suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif atau suatu kemungkinan
pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk menemukan
"dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah
pusat kegiatan dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi
adalah berarti "memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada
pendekatan pedagogi, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi
yang sedang dipelajari yang akan digunakan suatu waktu kelak.
C. Langkah-langkah Pelaksanaan Andragogi
Langkah-langkah kegiatan dan pengorganisasian
program pendidikan yang menggunakan asas-asas pendekatan andragogi, selalu
melibatkan tujuh proses sebagai berikut :
1. Menciptakan iklim untuk belajar
2. Menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan
secara bersama dan saling membantu
3. Menilai atau mengidentifikasikan minat,
kebutuhan dan nilai-nilai
4. Merumuskan tujuan belajar
5. Merancang kegiatan belajar
6. Melaksanakan kegiatan belajar
7. Mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali
pemenuhan minat, kebutuhan dan pencapaian nilai-nilai.
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
1. Cara untuk belajar secara langsung dari
pengalaman
2. Suatu proses pendidikan kembali yang dapat
mengurangi konflik-konflik sosial, melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi
dalam kelompok belajar itu
3. Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri,
dimana kira secara terus menerus dapat menilai kembali kebutuhan belajar yang
timbul dari tuntutan situasi yang selalu berubah.
D. Prinsip-prinsip Belajar untuk Orang
Dewasa
1. Orang dewasa belajar dengan baik apabila dia
secara penuh ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan
2. Orang dewasa belajar dengan baik apabila
menyangkut mana yang menarik bagi dia dan ada kaitan dengan kehidupannya
sehari-hari.
3. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila apa
yang ia pelajari bermanfaat dan praktis
4. Dorongan semangat dan pengulangan yang terus
menerus akan membantu seseorang belajar lebih baik
5. Orang dewasa belajar sebaik mungkin apabila ia
mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuannya,
kemampuannya dan keterampilannya dalam waktu yang cukup
6. Proses belajar dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman lalu dan daya pikir dari warga belajar
7. Saling pengertian yang baik dan sesuai dengan ciri-ciri
utama dari orang dewasa membantu pencapaian tujuan dalam belajar.
E. Karakteristik Warga Belajar Dewasa
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman
yang berbeda-beda
2. Orang dewasa yang miskin mempunyai tendensi,
merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran
dari pada digurui
4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada
hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya
5. Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi
hukuman atau disalahkan
6. Orang dewasa yang pernah mengalami putus
sekolah, mempunyai kecendrungan untuk menilai lebih rendah kemampuan
belajarnya
7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa,
menunjukkan tahap pemahamannya
8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang
sama
9. Orang dewasa suka diperlakukan dengan
kesungguhan iktikad yang baik, adil dan masuk akal
10. Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang
cara mengatur hidupnya. Oleh karena itu ia lebih suka melakukan sendiri
sebanyak mungkin
11. Orang dewasa menyenangi hal-hal yang
praktis
12. Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama
untuk dapat akrab dan menjalon hubungan dekat dengan teman baru.
F. Karakteristik Pengajar Orang Dewasa
Seorang pengajar orang dewasa haruslah memenuhi
persyaratan berikut :
1. Menjadi anggota dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar
mengajar
3. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi, rasa
pengabdian dan idealisme untuk kerjanya
4. Menirukan/mempelajari kemampuan orang
lain
5. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya,
kekuatannya dan tahu bahwa di antara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi
kelemahan pada situasi tertentu.
6. Dapat melihat permasalahan dan menentukan
pemecahannya
7. Peka dan mengerti perasaan orang lain, lewat
pengamatan
8. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan
memperlakukan orang
9. Selalu optimis dan mempunyai iktikad baik
terhadap orang
10. Menyadari bahwa "perannya bukan mengajar,
tetapi menciptakan iklim untuk belajar"
11. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi
negatif fan pisitif.
11-111. Galih Mataro
Total Tayangan Halaman
Jumat, 08 Juni 2012
PEDAGOGI
Pedagogi
Pedagogi : secara literal berarti: seni dan ilmu pengetahuan tentang
mendidik anak-anak dan sering digunakan sebagai sebuah sinonim untuk suatu
pengajaran. Secara lebih tepatnya, pedagogi mewujudkan pendidikan yang
berfokuskan pada guru.
Dalam suatu model pedagogi, guru memikul tanggungjawab untuk membuat
keputusan tentang apa yang akan dipelajari, dan bagaimana ia akan dipelajari,
dan kapan ia akan dipelajari. Guru mengarahkan pembelajaran.
Guru-guru yang hebat dijaman kuno, mulai dari Confusius hingga Plato tidak
mengajar cara teknik yang bersifat autoritarian tersebut. Perbedaan yang ada
antara apa yang kita ketahui dari gaya-gaya guru yang hebat-hebat, namun,
mereka masih memandang pembelajaran sebagai sebuah proses dari pencapaian yang
aktif; dan bukan suatu penerimaan secara pasif. Dengan mempertimbangkan hal
ini, suatu hal yang mengejutkan bahwa pemebalajaran yang berfokuskan pada guru
menjadi sesuatu yang mendominasi pendidikan.
Sebuah penejelasan bagi pendekatan yang berfokuskan guru kembali kita ke
jaman Calvinist yang percaya pada kebijaksanaan adalah sesuatu yang jahat.
Mereka mendampingi/mendukung para dewasa untuk mengarahkan, mengontrol, dan
akhirnya pembelajaran anak-anak agar mereka tetap bodoh/lugu.
Teori lainnya mempertahankan bahwa : sekolah-sekolah pada abad ke-7, di
organisir untuk mempersiapkan anak muda untuk menjadi kependetaan. Ditemukan
bahwa indoktrinasi merupakan cara yang paling ampuh untuk menanamkan suatu
keyakinan/kepercayaan. Beberapa abad kemudian, sekolah yang diorganisisr
tersebut menerapkan suatu pendekatan yang sama meskipun hasilnya menjadi
sesuatu yang tidak membuat orang bodoh/lugu dan juga tidak membuat orang
menyendiri/tertutup.
Jhon Dewey percaya bahwa sekolah formal telah jatuh dan kehilangan
potensinya. Dewey menekankan pembelajaran melalui kegiatan yang bervariasi dari
pada suatu pembelajaran di mana kurikulum diatur guru secara tradisonal. Ia
percaya bahwa, anak-anak belajar lebih banyak dari pengalaman yang terpadu dari
pada instruksi yang bersifat autoritarian. Ia yakin berasal dari suatu filsafat
pendidikan yang berfokuskan pada pelajar. Ia memegang prinsif bahwa
pembelajaran adalah hidup itu sendiri dan bukan hanya membuat persiapan
terhadap pendidikan itu sendiri.
Pendidikan dewasa juga telah menjadi korban dari model yang dipusatkan
pada guru. Pada tahun 1926, Asosiasi Pendidikan Dewasa Amerika mulai dan dengan
cepat mengkaji cara yang lebih baik untuk mendidik orang dewasa. Yang
dipengaruhi oleh Dewey, Edwar C. Linderman menulis dalam arti dari pendidikan
dewasa.
Sistem akademik kita telah tumbuh dengan tatanan yang berlawanan arah.
Subjek dan guru merupakan titik awal. Sedangkan pelajar menjadi sesuatu yang di
nomor duakan. Di dalam pendidikan yang konvensional si pelajar dituntut untuk
menyesuaikan dirinya kepada suatu kurikulum yang telah terbuat secara baku.
Sangat banyak pembelajaran terdiri dari pergantian “vicarious” (seperti
merasakan sendiri dari pengalaman orang lain) dari penglaman seseorang dan ilmu
pengetahuan seseorang. Ilmu psikologi mengajarkan kita bahwa kita belajar apa
yang kita lakukan …. Pengalaman adalah texs book pembelajaran yang paling hidup
bagi pelajar.
Sayangnya, hanya beberapa dari teori Dewey dan Linderman dapat
diterapkan dalam pembelajaran modern baik itu untuk anak-anak maupun dewasa.
Satu abad setelah Dewey mengusulkan pendidikan yang berfokuskan pada siswa,
hampir semua pendidikan formal juga masih berfokuskan pada guru.
Sebagai akibatnya, banyak pelajar meninggalkan sekolah dan kehilangan
minat dalam pembelajaran. Bahkan seorang guru yang berniat baikpun dapat
memadamkan insting pembelajaran yang bersifat alami dengan mengontrol
lingkungan pembelajaran. Dengan orang dewasa, beberapa memandang pembelajaran
sebagai suatu kegiatan yang melahkan dan membosankan.
Dalam usaha untuk memformulasikan suatu teori pemebelajaran dewasa yang
komprehensif, Malcolm Knowels, tahun 1973, menerbitkan sebuah buku tentang
“Siswa dewasa” : Suatu spesis yang terlantarkan. Membangun dari apa yang telah
dilakukan Linderman, Knowels menegaskan bahwa orang dewasa membutuhkan
kondisi-kondisi tertentu untuk melakukan pembelajaran. Ia meminjam instilah
andragogi untuk mendefinisikan dan menjelaskan kondisi-kondisi tersebut.
Andragogi, pada mulanya diartikan sebagai : seni dan ilmu yang bertugas
untuk membantu dewasa belajar. Istilah tersebut dewasa ini mendefinisikan suatu
alternatif terhadap pedagogi dan mengacu kepada pendidikan yang berfokuskan
pada siswa untuk semua umur.
Model andragogi menegaskan bahwa lima permasalahan yang harus
diperhatikan dan dibahas dalam pembelajaran formal. Mereka adalah : 1).
Dibiarkan siswa mengenal sesuatu kenapa sesuatu itu penting untuk dipelajari,
2). Peragakan pada siswa bagaimana untuk mengarahkan diri mereka sendiri
melalui informasi, dan 3). Hubungakan topik tersebut dengan pengalaman siswa
itu sendiri. 4). Orang tidak akan belajar apa-apa kecuali jika mereka siap dan
termotivasi untuk belajar. 5). Dan sesuatu yang sering, perlu membantu mereka
jika ditemui kendala seperti sikap dan kepercayaan tentang pembelajaran.
Sayangnya, andragogi disebut dalam teks pendidikan sebagai cara dewasa
belajar. Knowels sendiri mengaku bahwa 4 dari kunci asumsi andragogi
terterapkan secara seimbang baik itu untuk anak-anak atau dewasa. Perbedaan
yang mendasar yaitu anak-anak memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari pada
orang dewasa
Dalam jaman informasi ini, implikasi dari suatu gerakan dari yang
berbasiskan guru menjadi yang berbasiskan siswa sesuatu hal yang mengagetkan.
Penundaan atau menekan gejolak ini akan memperlambat kemampuan kita untuk
belajar/mempelajari teknologi baru atau dalam mendapatkan ilmu pengetahuan yang
kompetitif.
Bagaimana kita dapat mengharapkan menganalisa dan mensintesakan
informasi seperti itu jika kita berpaling pada yang lainnya untuk menetapkan
apa yang seharusnya dipelajari, dan bagaimana yang harus/akan dipelajari dan
kapan yang akan dipelajari ?
Meskipun cucu-cucu kirta mungkin saja bebas dari biasnya pedagogi, namun
sebagian besar dewasa hari ini tidak ditawarkan kemewahan seperti itu. Untuk
sukses, kita harus meninggalkan atau melepaskan ketergantungan kita pada guru
kita.
Kita harus melakukannya sendiri untuk memenuhi pembelajaran kita sendiri
dan menuntut sipenyelenggara pelatihan melakukan hal yang serupa. Untuk
mengetahui tuntutan kita, kita harus tahu bagaimana memproses informasi.
Pedagogi ialah kajian mengenai pengajaran, khususnya
pengajaran dalam pendidikan formal. Dengan kata lain, ia adalah sains dan seni
mengenai cara mengajar di sekolah. Secara umumnya pedagogi merupakan mata
pelajaran yang wajib bagi mereka yang ingin menjadi guru di sekolah. Sebagai
satu bidang kajian yang luas, pedagogi melibatkkan kajian mengenai proses
pengajaran dan pembelajaran, pengurusan bilik darjah, organisasi sekolah dan
juga interaksi guru-pelajar.
Dari segi etimologinya, perkataan Pedagogi datangnya daripada
bahasa Yunani paidagogos, hamba yang menghantar dan mengambil
budak-budak pergi balik dari sekolah. (lihat Paideia.) Perkataan “paida” merujuk kepada kanak-kanak, yang menjadikan sebab
kenapa sebahagian orang cenderung membezakan antara pedagogi (mengajar
kanak-kanak) dan andragogi (mengajar orang dewasa). Perkataan Yunani untuk pedagogi, pendidikan, adalah
digunakan dengan lebih meluas, dan seringkali kedua-duanya boleh ditukar guna.
Pedagogi merupakan satu ilmu yang luas dan mendalam. Pembincangannya
boleh dibahagi kepada dua bahagian yang besar iaitu:
Pada lazimnya, seorang bakal guru akan menerusi kedua-dua bidang ini
sebelum menjadi seorang guru. Tetapi bersamping itu, dia juga harus mempelajari
perkara-perkara seperti pengurusan bilik darjah, organisasi sekolah, kurikulum
sekolah, Perlakuan Mengajar, Interaksi Guru-Pelajar dan sebagainya.
Masa Lansia
Masa Lansia
Umur Masa lansia menurut Erik Erikson adalah 65 tahun ke atas, yaitu :
-Penalaran moral pada usia lansia adalah
keuntungan tempat lebih awal dan mengerti dan setuju arti dari kehidupan
sebenarnya (integrity). Rasa Keputusasaan (despair) atau ragu yang berlebihan
dapat menjadi atau kurang mampu menemukan arti didalam kehidupan.
-Kognitif atau pemikiran pada usia
lansia mengacu teori sekarang akan perkembangan dewasa tertuang pada dia yang
menjawab menyeluruh untuk semua orang lahir di setiap waktu. Banyak menyatakan
untuk dipelajari tentang istirahat dan kinerja seseorang.
-Sosial pada masa lansia cenderung kurangnya
berinteraksi dengan orang lain dikarenakan kondisi fisik yang kurang sehat.
Beberapa orang dari perkembangan dewasa telah dipersiapkan oleh saran yang
dijalankan sehari-hari daripada bagian-bagian perkembangan dewasa wanita dan
pria.
Masa lansia Menurut Jean Piaget, yaitu:
-Kognitif, perkembangan fikir dan
pengenalan membuat setiap orang membuat (mengatur) dunianya dengan caranya
sendiri. Kognisi mengandung proses berpikir dan proses mengamati yang
menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi pengetahuan.
-Sosial, Piaget memilih pendapat yang
interaksionistis yang meletakkan titik berat yang sama pada faktor lingkungan.
Menurut Piaget maka pertumbuhan mental mengandung dua macam proses:
perkembangan dan belajar. Perkembangan adalah perubahan struktural dan belajar
adalah perubahan isi.
-Penalaran moral, Piaget masih
memperhatikan bahwa tiap manusia pada umumnya hanya akan mengkhususkan dirinya
pada satu bidang pekerjaan tertentu. Titk tolaknya yang prinsip adalah bahwa
semua orang pada suatu saat tertentu dalam perkembangan usia lansia.
Masa lansia menurut Kohlberg, yaitu :
Kognitif, penalaran moral, dan sosial
terangkum dalam tahap berprinsip. Kolhberg memperhatikan, bahwa ada beberapa
orang dewasa yang mencapai suatu tingkat moralitas diatas tahap konvensional.
Ia menyebut tingkat ini tahap post-conventional atau tahap berprinsip.
Orang-orang pada tahap moralitas yang ketiga ini mampu memahami prinsip-prinsip
yang ada dibalik peraturan dan hukum. Disamping menyadari bahwa ada beberapa
perbuatan yang imoral, meskipun tidak dihukum, mereka ini sadar juga bahwa ada
perbuatan imoral meskipun tidak melanggar peraturan apapun.
Laporan Tugas Mini Proyek 2011/2012
TOPIK
Ruang Lingkup Pendidikan Usia Prasekolah
JUDUL
Pengembangan Potensi Anak di TK. Pembina I
PENDAHULUAN
Pendidikan Anak Prasekolah adalah jenjang pendidikan sebelum pendidikan
dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir
(sebelum masuk sekolah) sampai dengan anak tersebut siap masuk sekolah yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Usia prasekolah merupakan periode kritis dan sensitif bagi si anak untuk
mengetahui tentang diri mereka dan di luar diri mereka, serta mempersiapkan
diri mereka menghadapi lingkungannya kelak. Begitu pentingnya perkembangan pada
anak usia prasekolah, maka perlu diberikan pendidikan prasekolah untuk
menyertai proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Tujuan umum dari Pendidikan
Anak Prasekolah ini ialah untuk membantu mengembangkan seluruh potensi dan
kemampuan baik secara fisik, intelektual, emosional, moral dan agama anak usia
dini secara optimal dalam lingkungan pendidikan yang kondusif, demokratis dan
kompetitif. Pendidikan Anak usia Prasekolah terkhusus TK merupakan hal yang
sangat penting mengingat potensi kecerdasan dan dasar-dasar perilaku seseorang
terbentuk pada rentang usia pendidikan ini. Sedemikian pentingnya masa ini
sehingga usia dini sering disebut dengan istilah the golden age (usia
emas),
Pendidikan Anak Prasekolah tidak sekedar berfungsi untuk mengoptimalkan
pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk
mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak prasekolah juga sepatutnya
mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses
pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak
usia prasekolah dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya
interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari
hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia
dini.
Adapun alasan kami memilih topik dan judul seperti diatas ialah dikarenakan
dunia Pendidikan Anak Usia Prasekolah (TK) sangat unik dan beraneka-ragam baik
itu dari segi fisik, sosio-emosional, intelektual, moral dan agama, selain itu
berdasarkan fenomena pendidikan yang ada, terdapat beberapa penyelenggara
Pendidian Prasekolah yang tidak menerapkan konsep pendidikan anak prasekolah
yaitu "Bermain sambil Belajar" dengan baik.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian penjelasan mengenai pengembangan
potensi pada anak di TK. Pembina I ini ialah untuk mengetahui apakah
penyelenggara TK. Pembina I telah menerapkan konsep dan metode yang benar yaitu
"Bermain sambil Belajar" dalam menjalankan proses pembelajaran pada
anak TK sehingga dapat mengembangkan potensi anak di TK. Pembina I
LANDASAN TEORI
Pengembangan potensi anak usia prasekolah (anak TK) tidak terlepas dari
kaitannya dalam perkembangan struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983) ada
3 perkembangan wilayah otak yang semakin meningkat yaitu pertumbuhan serabut
dendrit, kompleksitas hubungan sinapsis, dan pembagian sel syaraf. Peran ketiga
wilayah otak tersebut sangat penting dalam pengembangan kapasitas berpikir
manusia.
Jean Piaget (dalam Padmonodewo (2003 : 23) mengemukakan tentang bagaimana
anak belajar yaitu dengan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya
mampu melakukan percobaan dan penelitian sendiri yang sederhana, dimana
permasalahannya diperoleh dari pengamatannya dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Guru bisa menuntun anak-anak lewat menyediakan bahan-bahan dan
alat-alat yang tepat dalam membantu anak, tetapi yang terpenting agar anak bisa
memahami sesuatu, anak harus membangun pengertian sendiri dan juga harus
menemukannya sendiri.
John Dewey memperkenalkan teori progresivisme, yang lebih menekankan pada
anak didik dan minatnya daripada mata pelajaran sendiri. Dia mengatakan bahwa
pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan
datang.
Sementara Vygotsky meyakini bahwa pengalaman interaksi sosial merupakan hal
yang penting dalam proses perkembangan berpikir anak. Pembelajaran akan menjadi
pengalaman berharga bagi anak jika ia dapat melakukan sesuatu pada
lingkungannya.
Howard Gardner menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan
manusia terbagi menjadi: kecerdasan bodily kinestetik, kecerdasan
intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan
logika-matematik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musik.
Dengan demikian kecerdasan manusia sangat dipengaruhi oleh struktur otak,
sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi, kesehatan gizi,
yang diberikan lingkungan serta peran pendidikan yang sesuai bagi anak TK.
Terdapat berbagai aspek dalam meninjau perkembangan anak usia dini dan
prasekolah terkhususnya anak TK, yaitu aspek fisik atau motorik, aspek moral
dan keagamaan, aspek bahasa, aspek kognitif, aspek sosio-emosional dan aspek
seni. Setiap aspek yang ada akan mendukung anak dalam mengembangkan setiap
potensi yang ada pada dirinya.
1. Aspek Fisik / Motorik
Perkembangan motorik pada anak TK memang berbeda sesuai dengan usianya (TK
0 Kecil dan TK 0 Besar). Pendidik harus bisa membedakan antara motorik kasar
dan halus sehingga anak dapat berkembang sesuai dengan tahapannya. Anak berusia
5 tahun atau diatasnya (TK 0 Besar) dapat dirangsang dengan aktivitas yang
edukatif untuk merangsang refleks tangannya, seperti menggambar, menulis,
mewarnai. Sedangkan anak dengan usia dibawah 5 tahun dapat dirangsang motorik
kasarnya lewat aktivitas yang menggunakan otot besar, seperti berlari,
melompat, dan sebagainya.
2. Aspek Moral dan Keagamaan
Carol Seefeldt, dkk. (2008) menyebutkan bahwa
perkembangan keagamaan meliputi pembiasaan perilaku positif, kemandirian, dan
disiplin. Nilai moral sangat dibutuhkan agar anak dapat membedakan hal yang
baik dan buruk.
Menurut Kolhberg anak dalam tahap pra-moral adalah ‘Pengamat’ yang
sangat cermat, yang selama tahun-tahun pertama kehidupannya dengan tepat dapat
meramal apakah suatu tingkah laku akan dihukum atau dipuji oleh orangtua atau
oleh orang dewasa lain yang mengasuhnya. Selain itu, pada tahap pra-moral ini
konsistensi dalam mengganjar kejujuran, keterbukaan yang tulus, kerelaan menolong
dan sifat-sifat moral lainnya dapat membentuk pola tingkah laku dan moralitas
yang benar yang penting bagi anak di kemudian hari.
3. Aspek Bahasa
Dengan mengetahui perkembangan bahasa anak maka
dapat diketahui cara menghadapi anak dalam hal berkomunikasi. Jika ada anak
yang perkembangan bahasanya lambat maka bisa dirangsang dengan berbagai cara.
4. Aspek Kognitif
Perkembangan kognitif anak mengacu pada perkembangan kecerdasaan anak.
Menurut Piaget, usia prasekolah identik disebut tahap pra-operasional (early
childhood), yang ditandai dengan anak mulai merepresentasikan dunia dengan
kata dan gambar. Kata dan gambar ini merefleksikan peningkatan pemikiran
simbolis dan melampaui koneksi informasi inderawi dan tindakan fisik.
Pada tahap ini, anak lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang
logis. Oleh karena itu, anak pada tahap ini perlu dilibatkan dalam interaksi
sosial dengan teman sebayanya agar anak mampu mengurangi egosentris dengan
memahami teman-temannya melihat suatu objek dengan cara yang berbeda. Anak
dapat juga diminta untuk menata sekelompok objek untuk menggolongkan atau
mengkategorikan objek-objek secara berurutan dan beralasan. Dengan demikian
anak terbantu kemampuannya untuk mengurutkan.
Karakteristik lain dari anak pra-operasional ini adalah mereka suka
mengajukan banyak pertanyaan. Banyaknya pertanyaan “mengapa” yang diajukan anak
usia 3 -5 tahun membuat orang tua kesal sehingga orang tua bersikap marah dan
menghentikan keinginan anak untuk bertanya lebih lanjut. Padahal anak yang
bertanya ini merupakan pengalaman pertamannya mempertanyakan lingkungan
sekitarnya yang merupakan awal minat anak untuk melakukan penelitian. Padahal
ini kesempatan emas bagi orang tua untuk mengembangkan dan memberi stimulasi
melalui jawaban reasoning atas pertanyaan yang diajukan. Untuk melatih
persepektif yang beragam, anak diminta untuk menggambar objek dari persepektif
tempat duduk yang berlainan.
5. Aspek Sosio-Emosional
Perkembangan ini meliputi perkembangan perasaan dan
emosi serta pengembangan kemampuan sosial. Sebagai makhluk sosial, anak pertama kali berbicara, berinteraksi dengan
orang tuanya dalam mengutarakan dan memenuhi kebutuhannya Selanjutnya anak
pra-sekolah berkembang ke luar rumah khususnya kepada teman-teman dekat rumah
dan di pendidikan TK-nya.
Di dalam interaksi antar anak saat bermain, mereka saling melibatkan emosi
dan dengan sendirinya berupaya mengenali emosi teman lainnya dan mengalami
emosi diri sendiri. Dalam suatu permainan dengan beberapa anak lainnya, anak
mengenal dan memegang aturan main atau kesepakatan bersama. Ini berarti anak
juga belajar mengendalikan diri untuk tidak semata-mata menuruti keinginannya
atau mulai mengurangi sikap egosentris.
Dalam proses bermain atau kegiatan dalam
pendidikan TK, anak mengenal dan mengalami emosi/perasaan yang berbeda seperti
marah, sedih, gembira, bersemangat dan sebagainya. Secara bertahap anak
memiliki kelompok teman bermain. Ia mulai mengenal secara sosial satu per satu
nama teman bermainnya Anak yang perkembangan sosio-emosinya baik maka akan
meningkatkan kepekaan terhadap kehidupan bermasyarakat. Dengan ini anak diharapkan dapat memperoleh
kecerdasan intrapersonal, interpersonal, dan naturalistik.
6. Aspek Seni
Pengembangan seni dapat dituangkan dalam seni musik, tari, gambar, dan
keterampilan kerajinan tangan. Dengan demikian anak diharapkan dapat memiliki
kecerdasan musikal dan visual-spatial.
Secara umum pendidikan anak usia dini dimaksudkan untuk memfasilitasi
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan
norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang dianut. Melalui pendidikan
prasekolah anak di harapkan dapat mengembangkan segenap potensi yang
dimilikinya antara lain agama, intelektual, sosial, emosi, dan fisik. Selain
itu anak diharapkan menguasai sejumlah pengetahuan dan keterampilan dasar
sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan positif.
Dalam melaksanakan Pendidikan Pada Anak Usia Dini atau anak prasekolah
hendaknya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan Belajar pada anak TK haruslah berorientasi pada anak, karena
pada usia ini, anak TK sangat membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai
optimalisasi semua aspek perkembangan, baik perkembangan fisik maupun psikis,
yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio-emosional. Dan perlu
digarisbawahi bahwa kebutuhan anak itu berbeda-beda. Maka dari itu, anak TK
harus dilihat dan diperhatikan secara individu (satu-persatu).
b. Belajar melalui Bermain
Bermain merupakan sarana belajar bagi anak TK. Melalui bermain, anak
diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan
dari hal-hal yang ada disekitarnya.
c. Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
d. Menggunakan Pembelajaran Terpadu
Pembelajaran pada anak TK harus menggunakan konsep pembelajaran
terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat
membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar
anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran
menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
e. Mengembangkan berbagai keterampilan
Mengembangkan keterampilan anak TK dapat dilakukan melalui proses
pembiasaan (Conditioning). Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk
menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin
diri.
f. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari alam sekitar maupun
bahan-bahan yang telah disediakan guru sebelumnya.
g. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang
Pembelajaran bagi anak TK hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dari konsep sederhana dan dekat dengan anak, lalu konsep yang lebih
kompleks.
Pertanyaan Penelitian
Sehingga dengan demikian berkaitan dengan teori yang ada, dapat disimpulkan
sebuah pertanyaan penelitian “Apakah metode pengajaran yang diterapkan pada TK
Pembina I (Akreditasi A) dalam melaksanakan tugas membantu perkembangan potensi
pada anak TK telah sesuai dengan teori dan konsep yang ada tentang Pendidikan
Prasekolah (TK) yaitu "Bermain sambil Belajar" dan sudah mampu
memenuhi tujuan instruksional dalam pelaksanaan PAUD, baik melalui segi
penyediaan fasilitas dalam membantu proses belajar-mengajar maupun lingkungan
yang memadai sebagai lokasi pengembangan potensi bagi anak TK?”
METODE PENGAMBILAN
DATA
Pada penelitian proyek mini ini peneliti memutuskan untuk menggunakan
metode penelitian kualitatif.
Menurut Poerwandari (1998) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti wawancara,
catatan lapangan, gambar, foto dan lain-lain.
Dan pada proyek mini ini peneliti menggunakan metode wawancara dan
observasi dalam mengumpulkan setiap data atau informasi yang diperoleh guna
mendukung keakuratan hasil penelitian.
Subjek yang kami wawancarai ialah guru dan pelaksana tugas pendidikan TK
Pembina I (Ibu Ramsa), dan kami juga mengobservasi kegiatan belajar-mengajar
yang sedang berlangsung, aktivitas bermain anak-anak TK serta kegiatan diskusi
antara anak TK dan guru pendamping. Kami juga mengobservasi setiap ruangan yang
ada di TK tersebut sebagai tempat pengembangan potensi anak TK, seperti ruangan
alat musik, ruangan komputer, dan ruangan bermain.
ALAT DAN BAHAN
- Kamera Digital untuk dokumentasi (foto-foto)
- Buku dan Alat Tulis (untuk wawancara)
- Laptop (untuk pengerjaan hasil penelitian)
- Buku-buku referensi yang mendukung teori
- Modem (untuk mengumpulkan informasi dari internet)
Pelaksanaan Penelitian
Adapun penelitian ini telah memiliki kesepakatan sebelumnya kepada pihak
yang diteliti/subjek penelitian sehingga pada tanggal 15 Mei 2012, pukul 11.00
WIB, peneliti mengunjungi TK Pembina I untuk melakukan penelitian. Sesampainya
di TK Pembina I peneliti berbincang-bincang dan menjelaskan kepada subjek
penelitian tentang tujuan dari penelitian yang sedang diadakan. Lalu setelah
subjek penelitian memahami tujuan penelitian, peneliti dibimbing oleh Ibu Ramsa
selaku Pelaksana Tugas di TK Pembina I untuk melakukan observasi terhadap
ruangan-ruangan yang ada di TK Pembina I yang digunakan anak-anak TK untuk
memaksimalkan perkembangan potensinya.
Setelah melakukan observasi terhadap ruangan dan berbagai fasilitas yang
ada di TK Pembina I, maka peneliti mewawancarai Ibu Ramsa berkaitan dengan
metode yang diterapkan di TK Pembina I guna mengembangkan potensi baik akademis
maupun seni dan bahasa bagi setiap anak TK. Adapun pertanyaan penelitian yang
diajukan saat wawancara ialah berkaitan dengan:
-
Lamanya pengalaman dalam Pendidikan Anak Usia Dini
-
Bagaimana fasilitas sebagai sarana
dan prasarana yang ada di TK Pembina I
-
Metode pengajaran di TK. Pembina I
-
Bagaimana proses mengembangkan
potensi anak TK (kemampuan akademik dan non akademik)
-
Penanganan terhadap anak yang
memiliki kesulitan secara emosional
-
Kenyamanan mengajar bagi para guru
-
Bagaimana situasi anak-anak di TK. Pembina I
EVALUASI
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah kami lakukan di TK.
Pembina I terdapat beberapa poin penting:
·
Pada TK Pembina I,
pengembangan potensi anak TK tidak hanya difokuskan pada kemampuan akademis,
tetapi juga potensi seni dan bahasa, serta potensi keagamaan anak disesuaikan
dengan minat dan bakat yang ada pada anak. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
area-area yang disediakan bagi anak seperti area balok, area IPA (sains), area
air dan pasir, area drama, area bahasa, area seni, area musik, dan area agama,
pemanfaatan dari area yang telah disediakan diharapkan mampu mengembangkan
aspek-aspek potensi dari setiap anak dan juga mampu mengembangkan sikap
perilaku lewat nilai moral keagamaan serta sosio-emosional dan kemampuan dasar
yaitu bahasa, kognitif, dan psikomotorik anak bisa berkembang dalam membantu
kesiapannya memasuki jenjang pendidikan selanjutnya.
·
TK Pembina I telah menerapkan
metode “Bermain sambil Belajar seraya
Belajar sambil Bermain” dalam
melakukan proses pembelajaran guna membantu dalam mengembangkan potensi anak, baik
secara akademis maupun seni & bahasa. Kemampuan akademis seperti membaca,
berhitung, menulis, dapat tercapai apabila pembelajaran diberikan kepada anak
dengan cara yang benar yaitu dengan cara bermain, sehingga anak tidak merasa
dipaksa untuk mahir dalam bidang ini, tetapi anak akan menyukai proses
pembelajaran yang ada sehingga menimbulkan ketertarikan anak untuk belajar dan
tentunya akan semakin dapat mengembangkan potensi yang ada pada setiap anak.
·
Adapun dalam tujuan
mengembangkan setiap potensi yang ada pada anak, TK Pembina I menyusun sebuah
RKH (Rencana Kegiatan Harian) yang dibagi menjadi 30 menit pertama sebagai
kegiatan awal, 60 menit pertama sebagai kegiatan inti, 45 menit untuk relaksasi
bagi anak lewat istirahat makan siang dan bermain, dan 30 menit terakhir untuk
kegiatan akhir. Guna menjadikan proses pembelajaran semkain efektif, TK Pembina
I memfokuskan kinerja guru dimana 1 orang guru bertanggung jawab terhadap 5-6
orang anak saja, sehingga perhatian guru lebih terarah dan terfokus pada
pengembangan potensi anak TK.
·
Dunia anak tidak terlepas dari
adanya emosional atau agresifitas yang berbeda dari tiap anak, oleh sebab itu
TK Pembina I menerapkan kelembutan, kasih sayang, dan perhatian yang lebih
dalam mendidik dan mengatasi anak-anak yang emosional dan agresif. TK Pembina I
juga menerapkan teknik music theraphy (dengan
angklung sebagai alat musiknya) dalam
menurunkan tingkat emosional anak. Diharapkan dengan teknik ini, energi emosi
anak dapat tersalur dengan aktifitas positif seperti bermain angklung, dengan
adanya alunan musik yang merdu diharapkan mampu menurunkan agresifitas anak.
·
Pendidikan Anak Prasekolah
juga harus memperhatikan kenyamanan dan keamanan guru dalam memberikan
pembelajaran kepada anak TK. Pengalaman mengajar dalam Pembelajaran Anak Usia
Dini juga mempengaruhi dalam mengatasi dan memberikan pembelajaran kepada anak
TK. Guru yang belum memiliki pengalaman mengajar yang baik cenderung memahami
anak secara umum bukan melihat kepada keinginan dan minat dari individu anak
itu sendiri. Oleh sebab itu dalam mendidik Anak Prasekolah diperlukan adanya
kredibilitas dari setiap guru yang memberikan pembelajaran guna memaksimalkan
pengembangan potensi yang ada dalam diri anak TK. Guru harus menciptakan kedekatan
dengan anak, sehingga anak merasa nyaman selama proses pembelajaran, karena
masa TK merupakan masa transisi dari dunia rumah dengan dunia sosial, sehingga
peran guru dalam menciptakan kedekatan dengan anak sangatlah penting.
KALKULASI DANA PROYEK MINI
-
Membeli Roti untuk subjek
penelitian
Rp. 50.000, 00
-
Transportasi menuju
tempat penelitian
Rp. 20.000, 00
Total Rp. 70.000, 00
TIME TABLE
No.
|
Kegiatan
|
Tanggal
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
14
|
Diskusi kelompok berkaitan dengan tuntutan tugas.
Pengumpulan Referensi dan pembuatan kerangka pengerjaan makalah
Pengerjaan Makalah:
- Pendahuluan
- Landasan Teori
Diskusi kelompok tentang subjek penelitian dan pengumpulan data berkaitan
subjek penelitian yaitu alamat dan no.telp (TK Pembina I)
Diskusi kelompok pada tanggal berapa akan pergi ke TK Pembina I
Peneliti mengabarkan Subjek Peneliti pada tanggal berapa akan datang ke
TK Pembina I untuk meneliti.
Pengumpulan data ke lapangan (Peneliti melakukan penelitian ke TK.
Pembina I)
Pengurusan surat izin ke bagian akademik untuk diserahkan kepada subjek
penelitian.
- Pembahasan dengan hasil analisa lapangan
- Kesimpulan
Pembuatan Poster sebagai hasil proyek mini
Diskusi akhir evaluasi tugas (testimoni)
Pengumpulan Tugas (posting blog)
|
23 April 2012
25 April 2012
28 – 30 April 2012
01 – 02 Mei 2012
04 Mei 2012
11 Mei 2012
14 Mei 2012
15 Mei 2012
16 Mei 2012
16 Mei 2012
17 Mei 2012
05 Juni 2012
07 Juni 2012
08 Juni 2012
|
POSTER MINI PROYEK
TESTIMONI KELOMPOK
1. Merry Christine (11-054)
Pada awalnya saya merasa bingung dengan tujuan dari
tugas mini proyek ini, namun setelah saya mengerjakannya saya menyadari bahwa
tugas ini sangat berarti dalam mendukung perkembangan pendidikan saya kedepannya.
Beragam kesulitan dalam mengerjakan mini proyek ini baik itu penyatuan ide dari
tiap anggota kelompok, sampai kepada kesulitan dalam meminta subjek penelitian
untuk bersedia bekerja sama menjadi pengalaman menarik bagi saya dalam
meneruskan pendidikan maupun penelitian di masa yang akan datang. Melalui tugas
mini proyek ini saya belajar bahwa ternyata dunia psikologi dapat diterapkan
pada fenomena pendidikan yang ada.
2. Cynthia Marilyn Sitompul (11-070)
Saat pertama kali saya diberikan tugas mini proyek
ini, saya merasa kebingungan harus memulai darimana. Lalu, saya melihat acuan,
dan mulai ada gambaran mengenai mini proyek lagi. Lalu, kami harus memilih
topik, jadi bingung lagi haha. Tapi, akhirnya kami memutuskan untuk memilih
topik ruang lingkup prasekolah ini. Saat merencanakannya tentu kami menemukan
banyak kesulitan untuk menemukan kata sepakat. Namun, akhirnya itu semua bisa
kami atasi. Dan akhirnya, kami pun terjun ke lapangan. Perasaan saya sangat
senang, karena ilmu yang saya peroleh dapat saya bandingkan dengan kenyataan di
lapangan. Jadi, sangat senang lah mendapat tugas mini proyek ini. Menambah
wawasan. Terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah, Bu Dina, karena telah
memberikan dan mengarahkan kami dalam mengerjakan proyek yang sangat menarik
ini.
3. Galih Mataro (11-111)
Tugas mini proyek ini amat menantang dan mengundang
mahasiswa untuk mulai menetapkan rencana skripsi yang akan ditulis. Perencanaan
awal terhadap pengerjaan proyek mini ini sangat mengesankan. Hingga pada akhirnya
proyek mini ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu adalah merupakan hasil
kerjasama yang baik antar anggota kelompok dengan dosen pengampu mata kuliah
yaitu Ibu Dina yang memberikan keterangan dan pengarahan yang tepat dalam kami
mengerjakan proyek mini. Segala kesulitan yang kami alami dalam pengerjaan
proyek mini ini telah mampu diatasi dengan baik. Terima kasih Bu Dina atas
arahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Santrock., J.W. (2008). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media
Group
Papalia, D.E. 2003. Child Development : A Topical Approach . New York :
McGraw-Hill
Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Ed 5. Jakarta : Erlangga
TESTIMONI PRIBADI TUGAS MINI PROYEK
2012 MATA KULIAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Pertama kali saya
baca tugas mini proyek psikologi pendidikan di blogger Ibu Dina, terus terang
saya agak bingung karena tak dapat terbayangkan tugas ini bilamana saya
mengingat-ingat tugas-tugas yang pernah saya kerjakan sebelumnya ketika status
saya masih sebagai siswa SMA 1 Negeri Medan. Muncul bermacam pikiran dalam
benak saya apakah tugas ini sama dengan sebuah penelitian yang harus
diselesaikan seorang calon sarjana psikologi atau sebuah proposal yang diajukan
seorang peneliti. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus terlintas dalam pikiran
saya. Sehingga terus terang saya didorong membaca berulang-ulang untuk
mengetahui hal pokok yang menjadi tuntutan tugas mini proyek 2012 psikologi
pendidikan ini. Dari hasil membaca saya, saya diskusikan dengan temaan-teman,
di sela-sela kesibukannya bertanya/mendiskusikannya pada orang tua yang juga
seorang pendidik di perguruan tinggi. Akhirnya dapatlah gambaran tentang tugas
ini dimana hasil akhirnya adalah sebuah poster, laporan kegiatan dan testimoni
kelompok maupun individu. Setelah kelompok sepakat memilih tema dan topik
pendidikan pra-sekolah, meski sempat mengunjungi beberapa TK di kota Medan,
akhirnya diputuskan lokasi pengambilan datanya di TK Pembina I. Hal yang sangat asyik dan menyenngkan adalah
ketika bersama-sama dengan anak TK dan guru-guru pada saat bermain di halaman,
anak TK bermain seraya belajar, penuh tawa, berlari-lari dengan suka cita. Saya
baru menyadari hal teori yang dipelajari di kampus ternyata ada pelaksanaannya
di lapangan/sekolah TK Pembina, terutama tentang perkembangan sosial-emosional,
berbahasa, motorik lari sana lari sini dan sifat pribadi. Terima kasih atas
bimbingan Bu Dina sehingga tugas ini dapat selesai dan terasa begitu besar
manfaatnya.
Langganan:
Postingan (Atom)