A.
Pengertian
psikologi pendidikan
Apakah
psikologi pendidikan itu? Lebih konkret lagi, psikologi pendidikan itu
membicarakan apa saja? Maka jawabannya akan beragam sesuai teori dan falsafah
penulis buku psikologi pendidikannya. Samuel Smith telah mengadakan studi
intensif mengenai 18 buah buku psikologi pendidikan yang berkualitas standar
mendapatkan data yang menguatkan pernyataan awal tulisan ini.
Smith
(Pintner dkk., 1953) menggolongkan persoalan yang dikupas para ahli yang
diselidikinya menjadi 16 macam pokok bahasan serta banyaknya bab yang
mengupasnya, yaitu:
1.
Sains
psikologi pendidikan (16)
2.
Hereditas
(20)
3.
Struktur
fisik (22)
4.
Pertumbuhan
(38)
5.
Proses
tingkah laku (28)
6.
Ruang
lingkup belajar (42)
7.
Faktor-faktor
yang mengkondisikan belajar (61)
8.
Hukum
dan teori belajar (24)
9.
Pengukuran:
Definisi dan prinsip-prinsip belajar (30)
10.
Transfer
pelatihan: materi (16)
11.
Aspek
praktis pengukuran (30)
12.
Unsur
statistik (7)
13.
Kesehatan
mental (44)
14.
Pendidikan
karakter (35)
15.
Psikologi
mata pelajaran sekolah menengah (22)
16.
Psikologi
mata pelajaran sekolah dasar.
Dari
data di atas tampak bahwa masalah yang sentral dalam psikologi pendidikan
adalah masalah belajar. Belajar dan mengajar merupakan tindak pelaksanaan dalam
upaya pendidikan. Dalam usaha mendidik, peserta didik belajar dan pendidik
mengajar sesuatu sehingga peserta didik kompeten. Menghadapi hal ini, pendidik
seyogianya bertolak dari proses pendidikan, yaitu proses si pendidik dengan
sengaja dan penuh tanggung jawab memberikan pengaruhnya kepada anak didik demi
kebahagiaan anak didik. Proses unik ini berlangsung dalam suatu situasi seperti
pergaulan pendidik dengan anak didik, tujuan yang akan dicapai, materi dan
sarana yang digunakan, dan lingkungan sosial budaya yang mengitarinya dan
sebagainya. Jadi psikologi pendidikan seyogianya dilihat pada substansi
pokoknya masalah belajar dan yang terkait dengannya.
B.
Biografi singkat:
·
Edward El Thorndike (1874 – 1949)
Tokoh
ini lahir di Williamsburg pada tanggal 31 Agustus 1874 dan wafat di Montrose,
New York pada tanggal 10 Agustus 1949. Pada tahun 1898 (tepat usianya 24
tahun), ia menerbitkan buku yang
berjudul: Animal Intelligence, An Experimental Study of Association Process in
Animal. Buku ini membahas tentang prinsip dasar prinsip dasar proses belajar
adalah asosiasi. Teori ini disebut juga suatu teori Stimulus (S) – Respon ( R),
kemudian Trial and error.
Meskipun
ia secara teknis seorang yang fungsionalist, pandangannya lebih kepada
behavioris. Ia menyelesaikan sarjanannya di universitas Wesleyan Conecticut
pada tahun 1885 dan magisternya dari Harvard pada tahun 1897. Sambil ia belajar
dari William James, sekaligus juga merupakan teman lamanya. Thorndike
menyelesaikan doctor (Ph.d) di Columbia hingga ia mengundurkan diri pada tahun
1940. Ia dikenang sepanjang masa karena kucing dan kotak puzzle-nya yang
dirancangnya sendiri. Kotak-kotak ini memiliki mekanisme membebaskan diri
secara kompleks yang menghendaki bahwa kucing melakukan beberapa tindakan
secara berurutan. Dari riset ini, ia menyimpulkan dua hukum belajar yang amat
terkenal, yaitu: 1) The Law of Exercise,
yang pada dasarnya sama dengan hukum frekuensi Aristoteles. Makin sering suatu
asosiasi digunakan, maka makin kuat hubungannya. Sebaliknya, makin jarang
digunakan, maka makin lemah hubungan itu. 2) The Law of Effect, ketika suatu hubungan atau asosiasi diikuti oleh
suatu keadaan yang memuaskan, hubungan itu makin kuat dan sebaliknya jika suatu
asosiasi diikuti oleh suatu keadaan yang tidak memuaskan, hubungan melemah.
Kecuali bahasa mental (memuaskan bukan perilaku) maka sama halnya seperti operant conditioning Skinner. Thorndike
juga dikenal atas studinya mengenai “transfer of training”.
Inteligensi
menurut Thorndike ialah terdiri atas berbagai kemampuan yang spesifik yang
ditampakkan dalam wujud perilaku inteligen.
·
John
Dewey (1859-1952)
John
Dewey adalah pemikir pendidikan yang paling signifikan di zamannya. Sebagai
filosof pendidikan dan pembaharu social, ia mengubah pendekatan yang
fundamental tentang belajar dan mengajar. Gagasannya tentang pendidikan berasal
dari filsafat fragmatisme dan berpusat pada pergerakan progresif di sekolah.
Konsep Dewey tentang pendidikan
meletakkan dasar pada aktivitas bermakna dari belajar dan partisipasi dalam
kelas yang demokratis. Tidak seperti model-model pembelajaran yang terdahulu
yang mengandalkan otoritas dan belajar hafalan, pendidikan progresif menyatakan
bahwa para siswa seharusnya diinvestasikan dalam apa yang sedang mereka
pelajari. Dewey berargumentasi bahwa kurikulum seharusnya relevan dengan
kehidupan siswa. Ia melihat learning by doing dan pengembangan keterampilan
hidup praktis adalah penting bagi kehidupan anak. Beberapa kritik mengasumsikan
bahwa menurut system Dewey, siswa akan gagal memperoleh pengetahuan dan
keterampilan akademik dasar. Pihak lain mempercayai bahwa perintah di kelas dan
otoritas guru akan hilang.
·
William James (1842-1910)
Beliau adalah
seorang tokoh utama perintis pengukuran inteligensi yang hidup antara tahun
1842 hingga 1910. William
James lahir pada tanggal 11 Januari 1842 di New York City. Ayahnya, seorang
kaya raya yang mandiri, adalah seorang penulis masalah-masalah teologis. Masa
pendidikan awal James terkadang terganggu, ia mendapatkan keuntungan dari
pengalaman yang luas dan bervariasi, ia dapat belajar bahasa Perancis dan
Jerman. Pada tahun 1864, ia sangat tertarik pada seni, tetapi sains menang dan
ia masuk Harvard Medical School dengan mendapatkan gelar M.D pada tahun 1869.
Pada tahun 1872 ia menjadi seorang guru psikologi di Harvard. Dorongan dan
pluralisme dari komunitas akademik ini terbukti menjadi latar belakang bagi
James. Di samping menaruh perhatian pada struktur tubuh, ia terpukau dengan
persoalan struktur pikiran dan emosi manusia dan berbagai variasi pengalaman
manusia. Ia juga disulitkan dengan masalah yang berkenaan dengan perdebatan
antara kebebasan dan determinisme, kemungkinan kebenaran pasti, dan realitas
Tuhan.
Pada tahun 1875, ia mengajar
kursus psikologi, dan ia mulai memberikan kursus filsafat di Harvard, tentang
esai-esai yang mengenai perdebatan determinisme-kebebasan, sifat rasionalisme
dan kesesuaian antara sains dan agama pada tahun 1880-an.
Karya-karya William James
Karya-karya yang paling
penting dimana ide-ide ini dikembangkan mencakup beberapa hal, yakni :
1. The
will to be believe, (1897)
2. The
Variety of Religious Experience (1902)
3. Pragmatism (1907)
4. A
Pluralistic Universe (1909)
5. Essay
in Radikal Empirism (1912), setelah James
meninggal.
Pemikiran William James
Untuk menjelaskan
pandangan-pandangan yang dikemukakan James, kita harus mulai dengan teorinya
tentang kesadaran, yang sebagian besar dikembangkan secara lengkap di dalam The
Principles of Psychology. James percaya bahwa psikologi dan filsafat
erat-terkait melalui cara berikut: keduanya perlu menekankan deskripsi tentang
pengalaman manusia dan juga tujuan menemukan penjelasan kausal.
Setelah menerbitkan The
Principles of Psychology, James mempersembahkan dirinya lebih lanjut di
dalam penjelajahan filosofis. Namun, ini tidak berarti bahwa ia memutuskan diri
dari perhatian awalnya pada psikologi dan fisiologi. Dalam kenyataannya, karya
filosofisnya dapat dipandang mengambil beberapa cabang sentral dari penekanan
awalnya pada satu ide : bahwa kesadaran manusia adalah sebuah kekuatan aktif,
selektif, bertujuan, yang dengannya manusia membentuk sebuah lingkungan yang
religius dan lunak menjadi pola-pola yang bermakna. Dari fondasi ini,
tulisan-tulisan lima belas tahun terakhir dari hidup James berpusat pada (1) arti
penting pilihan dalam menentukan kepercayaan kita, (2) penilaian tentang hidup
religius manusia, (3) hakikat makna dan kebenaran, dan (4) perkembangan sebuah
metafisika pluralistik (yakni sebuah pandangan yang menekankan otonomi dan
independensi hal-hal individual di alam semesta, hubungan dan ketergantungannya
satu sama lain).
Ia juga meletakkan prinsip ini
ke dalam praktik dan menunjukkan lima karakteristik dasar kesadaran dan pikiran
kita, yaitu :
1. Pikiran bersifat
personal-pengalaman diatur, keduanya memiliki seseorang.
2. Pikiran dan pengalaman berada di
dalam perubahan yang konstan. Tidak ada dua pengalaman yang pernah identik,
“sebuah keadaan yang telah berlaku tidak akan pernah kembali dan identik dengan
apa yang sebelumnya”. James tidak mengingkari bahwa mengalami obyek yang sama
sekali, tapi pengalaman kita tentang sebuah obyek memiliki sifat yang berbeda
pada kesempatan-kesempatan yang berbeda.
3. Ada keberlanjutan dan juga
perubahan di dalam pikiran dan pengalaman
4. Pikiran bersifat kognitif, dan
pikiran berkenaan dengan sesuatu selain dirinya sendiri
5. Kesadaran bersifat selektif,
kesadaran berkonsentrasi pada beberapa hal dan mengingkari beberapa hal yang
lain.
Kepustakaan
Asmoro, A. 2001
Filsafat umum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.